Minggu, 15 Februari 2015

BIOKIMIA ANALISIS URIN



ANALISIS URIN


I.                   TUJUAN
1.1  Dapat melakukan evaluasi skrining terhadap fungsi ginjal dengan cara urinalisis
1.2  Dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh

II.                PRINSIP
2.1  Glukosa: berdasarkan reaksi enzimatik, yaitu glukosa dan O2 diubah menjadi asam glukonat dan H2O2. H2O2 dan kromogen diubah menjadi kromogen teroksidase dan H2O
2.2  Protein: berdasarkan perubahan warna hijau apabila terdapat protein
2.3  Bilirubin: berdasarkan reaksi diazzo antara bilirubin dengan garam diazonium dalam suasana asam
2.4  Urobilinogen: berdasarkan pada reaksi ahrlich
2.5  Ph: berdasarkan prinsip double indikator yang mengandung metal merah dan bromtimol biru sehingga memungkinkan perubahan warna dari jingga, hijau sampai biru pada ph 5-9
2.6  Nitrit: berdasarkan pembentukan warna merah azo pada ph asam
2.7  Leukosit: berdasarkan prinsip leukosit esterase dalam urin yang dapat menghidrolisa suatu ester menjadi alkohol dan asam








III.             REAKSI

Glukosa : glukosa + O2 → Asam glukonat + H2O2
H2O2 + kromogen → kromogen teroksidase +H2O




























IV.             TEORI
Urin merupakan keluaran akhir yang dihasilkan ginjal sebagai akibat kelebihan urine dari penyaringan unsur-unsur plasma. Urine atau urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urine disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Proses pembentukan urin di dalam ginjal melalui tiga tahapan yaitu filtrasi (penyaringan), reabsorpsi (penyerapan kembali), dan augmentasi (penambahan)
Urin sering dianggap hasil buangan yang sudah tidak berguna. Padahal urin sangat membantu dalam pemeriksaan medis. Urin merupakan salah satu cairan fisiologis yang sering dijadikan bahan untuk pemeriksaan (pemeriksaan visual, pemeriksaan mikroskopis, dan menggunakan kertas kimia) dan menjadi salah satu parameter kesehatan dari pasien yang diperiksa. Selain darah, urin juga menjadi komponen yang penting dalam diagnosis keadaan kesehatan seseorang. Ada 3 macam pemeriksaan, antara lain (1) pemeriksaan visual. Urin mengindikasikan kesehatan yang baik bila terlihat bersih. Bila tidak, maka ada masalah dalam tubuh. Kesehatan bermasalah biasanya ditunjukkan oleh kekeruhan, aroma tidak biasa, dan warna abnormal. (2) Tes yang menggunakan kertas kimia yang akan berganti warna bila substansi tertentu terdeteksi atau ada di atas normal. (3) Hasil yang datang dari pemeriksaan mikroskopis yang dilakukan untuk mengetahui apakah kandungan berikut ini berada di atas normal atau tidak
Proses pembentukan urin
1. Filtrasi (penyaringan)
Proses filtrasi terjadi di kapsul Bowman dan glomerulus. Dinding luar kapsul Bowman tersusun dari satu lapis sel epitel pipih. Antara dinding luar dan dinding dalam terdapat ruang kapsul yang berhubungan dengan lumen tubulus kontortus proksimal. Dinding dalam kapsul Bowman tersusun dari sel-sel khusus (prodosit). Proses filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik (tekanan darah) dan tekanan onkotik (tekanan osmotik plasma), dimulai ketika darah masuk ke glomerulus, tekanan darah menjadi tinggi sehingga mendorong air dan komponen-komponen yang tidak dapat larut melewati pori-pori endotelium kapiler, glomerulus, kemudian menuju membran dasar, dan melewati lempeng filtrasi, lalu masuk ke dalam ruang kapsul Bowman.
2. Reabsorpsi (penyerapan)
Proses reabsorpsi terjadi di tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, dan sebagian tubulus kontortus distal.reabsorpsi dilakukan oleh sel-sel epitel di seluruh tubulus ginjal. Banyaknya zat yang direabsorpsi tergantung kebutuhan tubuh saat itu. Zat-zat yang direabsorpsi adalah air, glukosa, asam amino, ion-ion Na+, K+, Ca2+, Cl-, HCO3-, HbO42-, dan sebagian urea. Reabsorpsi terjadi secara transpor aktif dan transpor pasif. Glukosa dan asam amino direabsorpsi secara transpor aktif di tubulus proksimal. Reabsorpsi Na+, HCO3- dan H2O terjadi di tubulus kontortus distal.
Proses reabsorpsi dimulai ketika urin primer (bersifat hipotonis dibanding plasma darah) masuk ke tubulus kontortus proksimal. Kemudian terjadi reabsorpsi glukosa dan 67% ion Na+, selain itu juga terjadi reabsorpsi air dan ion Cl- secara pasif. Bersamaan dengan itu, filtrat menuju lengkung henle. Filtrat ini telah berkurang volumenya dan bersifat isotonis dibandingkan cairan pada jaringan di sekitar tubulus kontortus proksimal. Pada lengkung henle terjadi sekresi aktif ion Cl- ke jaringan di sekitarnya. Reabsorpsi dilanjutkan di tubulus kontortus distal. Pada tubulus ini terjadi reabsopsi Na+ dan air di bawah kontrol ADH (hormon antidiuretik). Di samping reabsorpsi, di tubulus ini juga terjadi sekresi H+, NH4+, urea, kreatinin, dan obat-obatan yang ada pada urin. Hasil reabsorpsi ini berupa urin skunder yang memiliki kandungan air, garam, urea dan pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin.
3. Augmentasi (pengumpulan)
Urin sekunder dari tubulus distal akan turun menuju tubulus pengumpul. Pada tubulus pengumpul ini masih terjadi penyerapan ion Na+, Cl-, dan urea sehingga terbentuklah urin sesungguhnya. Dari tubulus pengumpul, urin dibawa ke pelvis renalis, urin mengalir melalui ureter menuju vesika urinaria (kantong kemih) yang merupakan tempat penimpanan sementara urin.

Secara umum urin berwarna kuning. Urin yang didiamkan agak lama akan berwarna kuning keruh. Urin berbau khas yaitu  berbau ammonia. Ph urin berkisar antara 4,8 – 7,5 dan akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein serta urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran.  Berat jenis urin yakni 1,002 – 1,035 g/ml. Komposisi urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut. Di dalam urin  terkandung bermacam – macam  zat, antara lain  (1) zat sisa pembongkaran protein seperti urea, asam ureat, dan amoniak, (2) zat warna empedu yang memberikan  warna kuning pada  urin, (3) garam, terutama NaCl, dan (4)  zat – zat yang berlebihan dikomsumsi, misalnya vitamin C, dan obat – obatan serta  juga kelebihan zat yang yang diproduksi sendiri oleh tubuh misalnya hormon. 
Urin yang normal tidak mengandung protein dan glukosa. Jika urin mengandung protein, berarti telah terjadi kerusakan ginjal pada bagian glomerulus. Jika urin mengandung gula, berarti tubulus ginjal tidak menyerap kembali gula dengan sempurna. Hal ini dapat diakibatkan oleh kerusakan tubulus ginjal. Dapat pula karena kadar gula dalam darah terlalu tinggi atau melebihi batas normal sehingga tubulus ginjal tidak dapat menyerap kembali semua gula yang ada pada filtrat glomerulus. Kadar gula yang tinggi diakibatkan oleh proses pengubahan gula menjadi glikogen terlambat, kerena produksi hormon insulin terhambat. Orang yang demikian menderita penyakit kencing manis (diabetes melitus). Zat warna makanan juga dikeluarkan melalui ginjal dan sering memberi warna pada urin. Bahan pengawet atau pewarna membuat ginjal bekerja keras sehingga dapat merusak ginjal. Adanya insektisida pada makanan karena pencemaran atau terlalu banyak mengkonsumsi obat – obatan juga dapat merusak ginjal


























V.                ALAT DAN BAHAN
5.1  ALAT:
1.      Tabung reaksi
2.      Beaker glass
3.      Sentrifugasi
4.      Mikroskop
5.      Pipet tetes
5.2  BAHAN:
1.      Urin segar
2.      Carik uji






















VI.             PROSEDUR

6.1  Uji dengan carik uji
Urin segar disiapkan didalam tabung. Carik uji dicelupkan maksimal satu detik kedalam tabung lalu diangkat kembali sambil menyapukannya pada pinggiran tabung untuk membuang urin yang berlebihan dari carik uji. Lalu diikuti pembacaan carik uji dari setiap perubahan warna yang terjadi dibandingkan dengan skala warna.

6.2  uji sentrifugasi
urin disiapkan didalam tabung khusus untuk sentrifugasi. Tabung diisi dengan urin sebanyak ¾ tabung. Lalu dimasukan kedalam sentrifugasi, diatur waktu sentrifugasinya lalu tekan star. Setelah selesai diperhatikan endapan yang terdapat pada tabung tersebut.

6.3  uji Mikroskopik
urin diteteskan sedikit saja pada kaca objek untuk preparat. Lalu dikeringkan dengan cara dibakar. Setelah itu diletakan dibawah lensa okuler dan diamati kristal yang terdapat pada urin.













VII.          DATA PENGAMATAN
7.1  UJI DENGAN CARIK UJI

Keterangan :
(-)                    : Tidak mengandung
(+)                   : Mengandung

7.2  UJI SENTRIFUGASI

7.3  HASIL MIKROSKOPIK









VIII.       PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini akan dibahas mengenai analisis urin. Tujuannya adalah untuk melakukan evaluasi skrinning terhadap fungsi ginjal dengan cara tes sampel urin menggunakan carik uji. Bahan yang digunakannya adalah urin segar, yaitu urin yang baru dikeluarkan saat bangun tidur pada pagi hari (sebelum mengkonsumsi apapun). Tujuannya adalah agar didapatkan hasil percobaan yang sesuai, karena urin belum terkontaminasi oleh makanan-makanan. Jika dilakukan pada urin yang sudah terkontaminasi oleh makanan, kemungkinan akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
      Uji urin ini menggunakan carik uji, tujuannya adalah untuk memudahkan dalam menganalisis urin. Carik uji ini merupakan strip plastik kecil yang memiliki kotak berwarna yang menempel pada carik uji tersebut. Bentuknya sama seperti ph universal. Pada masing-masing kotak tersebut merupakan komponen uji yang digunakan untuk menterjemahkan urinalisis berdasarkan nilai referensi urin. Dari carik uji ini kita dapat mengetahui urobilinogen, glukosa, bilirubin, keton, densite, eritrosit, ph, protein, nitrit, dan leukosit yang ada pada urin tersebut.
      Pertama-tama, urin segar yang akan diuji disimpan di dalam beaker glass, urin yang diuji ini sebanyak 2 urin dari orang yang berbeda. Kemudian masing-masing carik uji dicelupkan kedalam masing-masing urin sampai semua komponen warna pada carik uji tersebut terkena urin, lalu diangkat dan disapukan pada pinggiran beaker glass untuk membuang urin yang berlebih pada carik uji tersebut. Kemudian carik uji tersebut dibandingkan dengan skala warna. Ternyata didapatkan hasil antara urin I dan urin II ternyata hasilnya sama dari urobilinogen sampai leukositnya. Hasilnya adalah, pada urobilinogen ternyata sampel urin I & II ada pada skala normal, ini berarti tidak ada indikasi gangguan hati / hepatitis. Apabila urobilinogen diatas normal, kemungkinan ada kerusakan parenkim hepar. Tetapi jika urobilinogen dibawah normal kemungkinan ada kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit).
Pada urin yang terlalu basa biasanya menunjukan urobilinogen yang lebih tinggi, sedangkan pada urin yang terlalu asam biasanya menunjukan kadar urobilinogen yang lebih rendah dari nornal.
      Kemudian pada glukosa, ternyata didapatkan hasil bahwa pada kedua urin tersebut mengandung glukosa ini berarti ginjal dalam keadaan sehat, karena ginjal dapat menyerap glukosa hasil filtrasi kembali kedalam sirkulasi darah dengan baik, sehingga glukosa tidak diekskresikan bersama urin. Apabila urin yang dikeluarkan mengandung glukosa, kemungkinan ada masalah pada glomerulus ginjal. Yaitu glomerulus tidak dapat menyaring glukosa sehingga glukosa terus berjalan ke tubulus-tubulus sampai akhirnya glukosa ikut diekskresikan bersama urin.
Kemudian pada bilirubin, ternyata didapatkan hasil pada kedua urin yang diujikan negatif bilirubin. Atau dengan kata lain, urin I & II tidak mengandung bilirubin. Apabila didalam urin terdapat bilirubin yang berlebih, maka menunjukan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor).
      Kemudian pada keton, ternyata didapatkan hasil bahwa urin I & II tidak mengandung keton. Apabila uji keton ini menghasilkan reaksi yang positif (mengandung keton) maka kemungkinan orang tersebut mengkonsumsi alkohol, diet rendah karbohidrat, dll.
      Kemudian pada densite atau berat jenis, didapatkan hasil bahwa pada urin I & II memiliki berat jenis yang sama, yaitu 1,030. Ini berarti sampel urin masih dalam batas normal, karena berat jenis urin normal berkisar antara 1,003-1,030. Dan sampel urin menandakan tidak terjadi gangguan fungsi reabsorbsi tubulus.
      Kemudian pada eritrosit didapatkan hasil bahwa urin I & II tidak mengandung eritrosit. Ini berarti bagian glomerulus pada ginjal dalam keadaan baik. Sebenarnya, apabila didalam urin terdapat kandungan eritrosit adalah wajar, karena memang tubuh membuang sel-sel darah yang sudah mati keluar dari tubuh, salah satunya melalui urin. Namun apabila jumlah eritrosit yang dikeluarkan sangat banyak, diatas normal maka bisa saja orang tersebut memiliki kerusakan pada bagian glomerulus ginjal yang berfungsi untuk menyaring zat-zat penting dari dalam darah.
      Kemudian pada ph urin, didapatkan hasil bahwa urin I & II memiliki ph yang sama yaitu 6. Ini berarti ph urin menunjukan ph yang normal pada urin. Karena ph normal urin berkisar antara 4,8-7,5 (sekitar 6,0). Apabila ph terlalu basa, ini menunjukan bahwa orang tersebut terlalu banyak mengkonsumsi sayuran, tetapi apabila ph terlalu asam, ini menunjukan bahwa orang tersebut banyak mengkonsumsi protein.
      Kemudian pada protein, didapatkan hasil bahwa urin I & II menunjukan hasil yang negatif. Ini berarti urin tersebut dinyatakan tidak mengandung protein (proteinuria). Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat kerusakan glomerulus atau gangguan reabsorbsi tubulus ginjal.
      Kemudian pada nitrit, didapatkan hasil bahwa urin I & II tidak mengandung nitrit. Ini menunjukan bahwa saluran kemih praktikan sehat. Karena apabila urin didapatkan nitrit diatas batas normal maka kemungkinan saluran kemih terkena infeksi, karena sebagian besar bakteri penyebab infeksi saluran kemih dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Didalam urin normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, yang kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang cukup banyak dalam urin yang mengandung enzim reduktase, maka akan mereduksi nitrat menjadi nitrit.
      Kemudian pada uji leukosit, didapatkan hasil bahwa urin I & II didapatkan hasil bahwa urin I & II tidak mengandung leukosit. Apabila urin mengandung leukosit diatas normal, kemungkinan terjadi infeksi di saluran kemih.
      Kemudian pada saat urin di sentrifugasi, ternyata didapatkan hasil bahwa urin tidak terdapat endapan. Ini sesuai dengan literatur bahwa urin tidak akan mengendap walaupun setelah disentrifugasi. Dan ketika diuji secara mikroskopik, ternyata  didapatkan hasil bahwa terdapat kristal pada urin tersebut. Ini sesuai dengan literatur bahwa urin memang terdapat kristal ketika dilihat secara mikroskopik. Kristal dalam urin ini bisa berarti Kristal asam urat, kalsium oksalat, triple fosfat dan bahan amorf merupakan kristal yang sering ditemukan dalam sedimen dan tidak mempunyai arti, karena kristal-kristal itu merupakan hasil metabolisme yang normal. Terdapatnya unsur tersebut tergantung dari jenis makanan, banyak makanan, kecepatan metabolisme dan kepekatan urin. Di samping itu mungkin didapatkan kristal lain yang berasal dari obat-obatan.





















IX.             KESIMPULAN
Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa untuk evaluasi skrinning terhadap fungsi ginjal melalui uji urinalisis ini dapat dilakukan dengan menggunakan carik uji. Dan hasil pemeriksaan yang diperoleh bahwa urin I dan II dari semua uji (protein, glukosa, eritrosit, leukosit, nitrit, keton, urobilinogen, bilirubin, bobot jenis, dan pH) menunjukan hasil yang normal.

























X.                DAFTAR PUSTAKA

Ethel S. 2003. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Scanlon, Valerie C. dan Tina Sanders. 2000. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Uliyah, Musrifatul. 2008. Keterampilan Dasar Praktek Klinik. Salemba Medika. Jakarta.






















XI.             LAMPIRAN
1.      Penyakit-penyakit apa saja yang dapat terdeteksi dari pemeriksaan urin pada percobaan ini, jelaskan!
JAWAB
1.      Penyakit-penyakit yang dapat terdeteksi dari pemeriksaan urin pada percobaan ini adalah:
1.      Diabetes melitus, tirotoksikosis, sindroma Cushing, phaeochromocytoma: terjadi karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kepasitas maksimum tubulus untuk mereabsorpsi glukosa atau karena ambang rangsang ginjal yang menurun.
2.      Proteinuria : Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat kerusakan glomerulus dan atau gangguan reabsorbsi tubulus ginjal.
3.      Gangguan hati / hepatitis : Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine yang terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi.
4.      Kerusakan sel hati atau empedu : Adanya peningkatan kadar bilirubin yang berlebih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar