Minggu, 15 Februari 2015

BIOKIMIA PENENTUAN KADAR GLUKOSA METODE GOD-PAP



PENENTUAN KADAR GLUKOSA
(Metode GOD-PAP)


I.                   TUJUAN
1.1  Dapat menyiapkan pasien untuk pemeriksaan glukosa darah
1.2  Menginterpretasikan hasil laboratorium yang diperoleh

II.                PRINSIP
Berdasarkan metode GOD-PAP

III.             REAKSI
Glukosa + O2 + H2O    Glukonat +H2O2
2H2O2 + 4 aminofenazon + fenol    4 (P benzoquinon-mono-imino) fenazon + 4H2O
















IV.             TEORI
Glukosa merupakan suatu monosakarida aldoheksosa yang terdapat dalam tubuh manusia dan makhluk hidup lainnya. Ini merupakan produk akhir metabolisme karbohidrat yang dilepas ke dalam darah dan menjadi sumber energi utama makhluk hidup. Karena perannya sebagai energi utama, glukosa kemudian ditranspor ke dalam sel untuk menghasilkan energi. Proses pembentukan energi ini terjadi dalam mitokondria dengan membutuhkan oksigen sebagai bahan bakarnya untuk menghasilkan ATP sebagai energi untuk setiap kegiatan sel. Glukosa darah ini dipengaruhi oleh faktor status gizi, genetik, umur dan penyakit. Dalam sel tubuh, glukosa dapat diubah menjadi glikogen dan sebaliknya glikogen dapat diubah menjadi glukosa melalui reaksi biokimiawi yang bertahap. Perubahan glukosa menjadi glikogen disebut glikogenesis, sedangkan perubahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenolisis. Struktur glikogen hati sama dengan strukutur glikogen otot, namun fungsi keduanya berbeda. Glikogen otot berperan sebagai sumber energi, sedangakan glikogen hati berperan dalam mempertahankan kadar glukosa darah. Banyak jasad renik, jamur, dan beberapa protozoa mempunyai enzim-enzim yang mampu merombak selulosa menjadi glukosa. Rayap mudah mencerna selulosa karena saluran ususnya memiliki parasit “trichonympha” yang memproduksi enzim selulase. Pencernaan selulosa oleh hewan-hewan pemamah biak (herbivora) disebabkan oleh jasad renik atau flora usus di dalam sistem ceran hewan tersebut yang menghasilkan selulase. Hal ini menyebabkan hewan pemamah biak hidup dengan makan rumput.
      Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari: 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan. Diabetes mellitus adalah penyakit yang paling menonjol yang disebabkan oleh gagalnya pengaturan gula darah. Meskipun disebut "gula darah", selain glukosa, kita juga menemukan jenis-jenis gula lainnya, seperti fruktosa dan galaktosa. Namun demikian, hanya tingkatan glukosa yang diatur melalui insulin dan leptin. Kadar glukosa normal untuk puasa ada pada 70-110 mg/dL, untuk kadar glukosa darah PP (2 jam setelah makan) ada pada 100-140 mg/dL, sedangkan untuk kadar glukosa darah acak ada pada 70-125 mg/dL.
      Bila level gula darah menurun terlalu rendah, berkembanglah kondisi yang bisa fatal yang disebut hipoglisemia. Gejala-gejalanya adalah perasaan lelah, fungsi mental yang menurun, rasa mudah tersinggung, dan kehilangan kesadaran. Bila levelnya tetap tinggi, yang disebut hiperglisemia, nafsu makan akan tertekan untuk waktu yang singkat. Hiperglisemia dalam jangka panjang dapat menyebabkan masalah-masalah kesehatan yang berkepanjangan pula yang berkaitan dengan diabetes, termasuk kerusakan pada mata, ginjal, dan saraf.
      Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Level glukosa di dalam darah dimonitor oleh pankreas. Bila konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di lever (hati). Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini disebut glikogenolisis). Glukosa dilepaskan ke dalam aliran darah, hingga meningkatkan level gula darah. Apabila level gula darah meningkat, entah karena perubahan glikogen, atau karena pencernaan makanan, hormon yang lain dilepaskan dari butir-butir sel yang terdapat di dalam pankreas. Hormon ini, yang disebut insulin, menyebabkan hati mengubah lebih banyak glukosa menjadi glikogen. Proses ini disebut gliogenosis, yang mengurangi level gula darah. Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan oleh tidak cukup atau tidak dihasilkannya insulin, sementara tipe 2 disebabkan oleh respon yang tidak memadai terhadap insulin yang dilepaskan ("resistensi insulin"). Kedua jenis diabetes ini mengakibatkan terlalu banyaknya glukosa yang terdapat di dalam darah.
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh (Khomsah, 2008). Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut (Khomsah, 2008).

Tipe Penyakit Diabetes Mellitus
Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (1997) sesuai anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah:
1.      Diabetes Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus [IDDM])
2.      Diabetes tipe II (Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus [NIDDM]),
3.      Diabetes Melitus tipe lain
4.      Diabetes Melitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus [GDM]) (Cyber Nurse, 2009).

Patofisiologi Diabetes Melitus
1.      Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel  pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan) (Brunner & Suddarth, 2002).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi) (Brunner & Suddarth, 2002).
2.       Diabetes Tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Brunner & Suddarth, 2002).
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel  tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II (Brunner & Suddarth, 2002).
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.
3.      Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal (Brunner & Suddarth, 2002).





















V.                ALAT DAN BAHAN
5.1  ALAT
1.      Spektrofotometer
2.      Pipet piston
3.      Alat gelas lain

5.2  BAHAN
1.      Sampel serum
2.      Buffer
3.      Reagen GOD-PAP















VI.             PROSEDUR
Pertama blangko reagen diukur. Lalu dibuat larutan standar dengan cara 2 ml reagen dan 0,2 ml standar dipipetkan kedalam tabung reaksi yang kemudian setelah warna berubah menjadi merah keunguan, larutan standar tersebut di inkubasikan pada suhu 20°-25° selama 10 menit lalu diukur absorbansinya. Percobaan dilakukan selama 60 menit. Kemudian dibuat larutan sampel dengan cara 2ml reagen dan 0,2 ml sample (serum) dipipetkan kedalam tabung reaksi yang kemudian diinkubasikan selama 10 menit pada suhu 20°-25°, lalu diukur absorbansinya. Percobaan dilakukan selama 60 menit.






















VII.          DATA PENGAMATAN
7.1  Absorbansi standar

7.2  Absorbansi sample

Absorban         =  x 100%
                        =  x 100 %  = 86,3774 mg/dL













VIII.       PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini akan dibahas mengenai penentuan kadar glukosa darah yang bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa darah pada pasien. Seperti yang telah kita ketahui glukosa adalah suatu monosakarida aldoheksosa yang terdapat dalam tubuh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dalam sel tubuh, glukosa dapat diubah menjadi glikogen dan sebaliknya glikogen dapat diubah menjadi glukosa melalui reaksi biokimiawi yang bertahap. Penentuan kadar glukosa ini dilakukan berdasarkan pada metode GOD-PAP.
Pertama blangko reagen diukur terlebih dahulu panjang gelombangnya untuk memastikan bahwa panjang gelombang yang dimiliki oleh blangko reagen sesuai dengan panjang gelombang menurut literatur yaitu 546. Dan untuk melihat apakah reagen tersebut murni atau tidak. Pengukuran pada panjang gelombang tersebut adalah karena pada panjang gelombang tersebut hasilnya akan terdeteksi, sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa hasil yang terjadi adalah warna merah violet. Kemudian setelah diukur panjang gelombang dari blangko reagen dilanjutkan dengan membuat larutan standar yang berisi 2ml reagen yang berisi enzim GOD-PAP, aminofenazon dan indikator juga 0,2ml standar yang berisi glukosa. 2ml reagen dan 0,2ml standar tersebut dipipetkan dengan menggunakan mikro pipet kedalam tabung reaksi. Pemipetan ini dilakukan dengan menggunakan mikro pipet bertujuan agar jumlah larutan yang dipipet sesuai dengan yang diminta karena pada mikro pipet ini terdapat settingan volume yang akan digunakan untuk memipet sehingga larutan yang akan kita pipet akan sesuai dengan apa yang kita inginkan.  Kemudian larutan standar tersebut diinkubasikan pada suhu 20°-25° C (suhu ruangan) selama 10 menit. Alasan dilakukannya inkubasi ini adalah karena pada reagen yang terdapat dalam larutan standar tersebut mengandung enzim GOD-PAP. Enzim ini memerlukan waktu tertentu untuk bereaksi secara optimum, sehingga dibutuhkan waktu inkubasi.
Setelah diinkubasikan selama 10 menit pada suhu ruangan, larutan standar tersebut dimasukan kedalam kuvet.  Pada saat memegang kuvet harus diperhatiakan cara memegangnya. Kuvet harus dipegang pada bagian yang buram, karena jika dipegang pada bagian bening kuvet maka dikhawatirkan akan mengganggu absorbansi, disebabkan oleh adanya protein dari tangan kita yang mungkin tertinggal pada kuvet. pada saat penyimpanan kuvet didalam spektro pun harus diperhatikan. Yaitu bagian kuvet yang dihadapkan pada sinar adalah yang terdapat garis berupa segitiga. Bukan bagian kuvet yang terdapat lengkungan disisinya. Jika yang dihadapkan pada sinar adalah bagian kuvet yang terdapat lengkungan pada sisinya kemungkinan sinar yang akan menembus kuvet justru akan berbelok arah dan tidak tepat sasaran karena bentuk kuvet yang tidak simetris.
Kemudian setelah kuvet yang berisi larutan standar tersebut dimasukan kedalam spektrofotometer, maka dibaca absorbansinya. Setelah diketahui absorbansinya maka larutan standar tersebut diinkubasikan kembali selama 10 menit kemudian diukur kembali nilai absorbansinya. Pengukuran absorbansi ini dilakukan sebanyak 6 kali atau selama 60 menit untuk memperoleh nilai absorbansi yang konstan pada larutan sample.
Kemudian dibuat larutan sample dengan perlakuan yang sama seperti pembuatan larutan standar. Tetapi pada larutan sampel ini yang dipipet kedalam tabung reaksi adalah 2ml larutan reagen dan 0,2ml sample (serum) kemudian larutan standar ini diinkubasikan selama 10 menit pada suhu ruangan yang kemudian dilanjut dengan memasukannya kedalam kuvet untuk dilihat nilai absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer. Pembacaan nilai absorbansi pada larutan sampel juga dilakukan sebanyak 6 kali atau selama 60 menit untuk menghasilkan nilai absorbansi yang konstan.
Setelah dilakukan percobaan selama 60 menit atau 6 kali pembacaan absorbansi, maka nilai absorbansi dari larutan sampel dan larutan standar tersebut di masukan kedalam persamaan untuk menghitung kadar glukosa yang terdapat pada sampel (serum). Akan tetapi didapatkan hasil bahwa absorbansi larutan standar dan larutan sample pada keduanya tidak didapatkan nilai yang konstan. Maka dari itu nilai yang diambil untuk menghitung kadar glukosa darah ini adalah absorbansi yang paling akhir (nilai absorbansi yang ke-6) karena pada absorbansi yang paling akhir ini dianggap sebagai absorbansi yang konstan yaitu yang tidak akan berubah-ubah lagi.
Setelah dimasukan kedalam persamaan ternyata didapatkan hasil bahwa sample yang diuji memiliki kadar glukosa 86,3774 mg/dL. Hasil ini menunjukan bahwa sampel yang diuji memiliki kadar glukosa darah yang normal. Pada literatur dijelaskan bahwa kadar glukosa dalam darah manusia normal adalah antara 80-100 mg/dL. Setelah makan makanan sumber karbohidrat, konsentrasi glukosa darah dapat naik hingga 120-130 mg/dL, kemudian turun menjadi normal lagi. Dalam keadaan berpuasa konsentrasi glukosa darah turun hingga 60-70 mg/dL. Pada orang yang sehat, gula darah ini dikendalikan oleh hormon insulin. Yaitu hormon yang dibuat oleh pankreas, insulin ini membantu glukosa dari darah masuk kedalam sel untuk menghasilkan tenaga. Tingkat gula darah ini diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan didalam tubuh. Apabila konsentrasi glukosa menurun karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, maka pankreas akan melepaskan glukagon. Yaitu hormon yang terdapat didalam sel-sel hati. Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa melalui proses glikogenolisis. Tetapi apabila kadar glukosa tinggi berarti pankreas tidak membuat cukup insulin. Atau, jumlah insulinnya cukup namun tubuhnya tidak bereaksi secara normal. Biasa disebut dengan resistensi insulin. Yaitu sel-sel didalam tubuh tidak memperoleh glukosa secukupnya untuk dijadikan tenaga dan glukosa menumpuk didalah darah.
Kondisi glukosa darah yang lebih tinggi daripada normal disebut dengan hiperglikemia. Gelajanya adalah nafsu makan tertekan untuk waktu yang singkat. Jika dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan masalah-masalah kesehatan yang berkepanjangan, berikatan dengan diabetes, termasuk kerusakan pada mata, ginjal/jantung dan syaraf. Pada kadar glukosa yang terlalu tinggi ini, sebagian glukosa dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Itulah kenapa yang menyebabkan orang yang terkena diabetes pada urinnya selalu dikerubungi oleh semut. Karena urin dari orang yang terkena diabetes ini mengandung glukosa. Sedangkan bila konsentrasi terlalu rendah daripada normal disebut dengan hipoglikemia. Gejalanya yaitu perasaan lelah, fungsi mental yang menurun, rasa mudah tersinggung dan kehilangan kesadaran.






















IX.             KESIMPULAN
Dari hasil percobaan ini maka dapat disimpulkan bahwa pada pemeriksaan kadar glukosa darah ini harus dilakukan persiapan terhadap pasien terlebih dahulu untuk menghindari kesalahan dalam pemeriksaan kadar glukosa darah. Dan sampel yang diuji memiliki kadar glukosa yang normal, yaitu 86,3774 mg/dL.


























X.                DAFTAR PUSTAKA
Murrey, Robert K, at all. 2003. “Glikolisis dan Oksidasi piruvat.Biokimia Harper edisi 25”. Jakarta : EGC. 2004.

Panil, Z, 2007. “Memahami Teori dan Praktik Biokimia Dasar Medis untuk Mahasiswa Kedokteran, Keperawatan, Gizi dan Analis Kesehatan”: EGC. Jakarta.

Poedjiadi, Anna. 1994. “Metabolisme Karbohidrat. Dasar – dasar Biokimia”. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).






















XI.             LAMPIRAN
1.      Mengapa persiapan spesimen penting pada pemeriksaan gula darah?
2.      Pada pemeriksaan kadar glukosa darah mengapa dilakukan:
a.       Pemeriksaan kadar glukosa puasa
b.      Pemeriksaan kadar glukosa 2 jam pp
3.      Bagaimana prinsip pemeriksaan kadar glukosa pada percobaan ini
4.      Sebutkan faktor-faktor kesalahan yang mungkin terjadi pada pemeriksaan glukosa ini
JAWAB
1.      Persiapan spesimen pada pemeriksaan gula darah sangat penting karena untuk menghindari faktor reduce yang menyebabkan hasil pemeriksaan menjadi invalid dan untuk memudahkan dokter dalam mendiagnosis penyakit sehingga mendapatkan tindakan dan pengobatan yang tepat.
2.      Pada pemeriksaan gula darah harus dilakukan:
a.       Pemeriksaan kadar glukosa puasa: Karena kandungan gizi dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi akan diserap ke dalam aliran darah dan bisa memberikan dampak langsung pada tingkat glukosa darah, lemak dan besi. Puasa minimal selama 10-12 jam (kecuali glukosa minimal 8 jam) akan mengurangi variabilitas substansi tersebut dan juga variabilitas substansi lain dalam darah. Hal ini untuk memastikan agar hasil pemeriksaan tidak dipengaruhi oleh konsumsi makanan terakhir dan dapat diinterpretasikan dengan benar oleh dokter.  jika  tidak berpuasa atau berpuasa dalam waktu yang lebih singkat dari yang dianjurkan, pemeriksaan yang  dilakukan akan memberikan hasil yang tidak akurat karena pemeriksaan tertentu masih dipengaruhi oleh makanan. Untuk itu sebaiknya mengulang pemeriksaan tersebut untuk mendapatkan hasil yang akurat.

b.      Pemeriksaan kadar glukosa 2 jam pp: Pemasukan makanan dapat meningkatkan kadar gula darah yang dapat menstimulasi pelepasan insulin. Kadar insulin memuncak paling sedikit  1jam sesudah makan dan akan normal kembali dalam 1,5-2 jam sesudah makan. Pemeriksaan glukosa darah 2 jam pp (sesudah makan) adalah untuk mengevaluasi apakah respon insulin terhadap pemasukan karbohidrat masih kuat atau tidak.

3.      Prinsip pada pemeriksaan kadar glukosa ini adalah berdasarkan pada metoda GOD-PAP
4.      Faktor-faktor kesalahan yang mungkin terjadi pada pemeriksaan glukosa ini adalah
a.       Kesalahan dalam memipet reagen ataupun sample. Kesalah memipet ini juga dapat mempengaruhi nilai absorbansi dari sampel atau larutan standar karena berbeda konsentrasi maka berbeda pula absorbansinya. Dan jika absorbansinya salah maka akan berpengaruh pada perhitungan kadar glukosa darahnya, jadi hasil yang diperoleh bisa saja tidak tepat.
b.      Kesalahan pada saat meletakan kuvet di dalam spektrum. Kesalahan ini mungkin terlihat sepele, namun jika benar terjadi kesalahan dalam menyimpan letak/posisi kuvet maka akan berpengaruh pada hasil absorbansinya juga. Jika nilai absorbansi salah maka akan berpengaruh juga pada hasil perhitungan kadar glukosa darah
c.       Kesalahan dalam memegang kuvet. biasanya kita tidak terlalu memperhatikan dalam memegang kuvet. yang seharusnya dipegang/ disentuh oleh kita adalah bagian kuvet yang buram bukan yang bening, jika kita menyentuh bagian kuvet yang bening maka kuvet akan terkontaminasi oleh protein ataupun kuman dari tangan kita dan dapat berpengaruh juga pada hasil serapannya.


1 komentar:

  1. trimakasih ilmunya, bolehkah saya minta persamaan untuk menghitung absorbansi sampel dan standar? karena tidak muncul di blog ini gambar nya

    BalasHapus