PENENTUAN
KADAR GLUKOSA
(Metode GOD-PAP)
(Metode GOD-PAP)
I.
TUJUAN
1.1 Dapat
menyiapkan pasien untuk pemeriksaan glukosa darah
1.2 Menginterpretasikan
hasil laboratorium yang diperoleh
II.
PRINSIP
Berdasarkan metode
GOD-PAP
III.
REAKSI
Glukosa + O2 + H2O Glukonat
+H2O2
2H2O2 + 4 aminofenazon
+ fenol 4 (P
benzoquinon-mono-imino) fenazon + 4H2O
IV.
TEORI
Glukosa
merupakan suatu monosakarida aldoheksosa yang terdapat dalam tubuh manusia dan
makhluk hidup lainnya. Ini merupakan produk akhir metabolisme karbohidrat yang
dilepas ke dalam darah dan menjadi sumber energi utama makhluk hidup. Karena
perannya sebagai energi utama, glukosa kemudian ditranspor ke dalam sel untuk
menghasilkan energi. Proses pembentukan energi ini terjadi dalam mitokondria
dengan membutuhkan oksigen sebagai bahan bakarnya untuk menghasilkan ATP
sebagai energi untuk setiap kegiatan sel. Glukosa darah ini dipengaruhi oleh
faktor status gizi, genetik, umur dan
penyakit. Dalam sel tubuh, glukosa dapat diubah menjadi
glikogen dan sebaliknya glikogen dapat diubah menjadi glukosa melalui reaksi
biokimiawi yang bertahap. Perubahan glukosa menjadi glikogen disebut
glikogenesis, sedangkan perubahan glikogen menjadi glukosa disebut
glikogenolisis. Struktur glikogen hati sama dengan strukutur glikogen otot,
namun fungsi keduanya berbeda. Glikogen otot berperan sebagai sumber energi,
sedangakan glikogen hati berperan dalam mempertahankan kadar glukosa darah.
Banyak jasad renik, jamur, dan beberapa protozoa mempunyai enzim-enzim yang
mampu merombak selulosa menjadi glukosa. Rayap mudah mencerna selulosa karena
saluran ususnya memiliki parasit “trichonympha” yang memproduksi enzim
selulase. Pencernaan selulosa oleh hewan-hewan pemamah biak (herbivora)
disebabkan oleh jasad renik atau flora usus di dalam sistem ceran hewan
tersebut yang menghasilkan selulase. Hal ini menyebabkan hewan pemamah
biak hidup dengan
makan rumput.
Dalam
ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa
serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah
adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat gula darah
bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari: 4-8 mmol/l (70-150
mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level
terendah pada pagi hari, sebelum orang makan. Diabetes mellitus adalah penyakit yang paling menonjol yang
disebabkan oleh gagalnya pengaturan gula darah. Meskipun disebut "gula
darah", selain glukosa, kita juga menemukan jenis-jenis gula lainnya,
seperti fruktosa dan galaktosa. Namun demikian, hanya tingkatan glukosa yang
diatur melalui insulin dan leptin. Kadar
glukosa normal untuk puasa ada pada 70-110 mg/dL, untuk kadar glukosa darah PP
(2 jam setelah makan) ada pada 100-140 mg/dL, sedangkan untuk kadar glukosa
darah acak ada pada 70-125 mg/dL.
Bila
level gula darah menurun terlalu rendah, berkembanglah kondisi yang bisa fatal
yang disebut hipoglisemia. Gejala-gejalanya adalah perasaan lelah,
fungsi mental yang menurun, rasa mudah tersinggung, dan kehilangan kesadaran.
Bila levelnya tetap tinggi, yang disebut hiperglisemia, nafsu makan akan
tertekan untuk waktu yang singkat. Hiperglisemia dalam jangka panjang dapat
menyebabkan masalah-masalah kesehatan yang berkepanjangan pula yang berkaitan
dengan diabetes, termasuk kerusakan pada mata, ginjal, dan saraf.
Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik
negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Level glukosa di
dalam darah dimonitor oleh pankreas. Bila konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi
kebutuhan energi tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan
sel-sel di lever (hati). Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa
(proses ini disebut glikogenolisis). Glukosa dilepaskan ke dalam aliran darah,
hingga meningkatkan level gula darah. Apabila level gula darah meningkat, entah
karena perubahan glikogen, atau karena pencernaan makanan, hormon yang lain
dilepaskan dari butir-butir sel yang terdapat di dalam pankreas. Hormon ini,
yang disebut insulin, menyebabkan hati mengubah lebih banyak glukosa menjadi glikogen.
Proses ini disebut gliogenosis, yang mengurangi level gula darah. Diabetes
mellitus tipe 1 disebabkan oleh tidak cukup atau tidak dihasilkannya insulin,
sementara tipe 2 disebabkan oleh respon yang tidak memadai terhadap insulin
yang dilepaskan ("resistensi insulin"). Kedua jenis diabetes ini
mengakibatkan terlalu banyaknya glukosa yang terdapat di dalam darah.
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang
juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah
golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam
darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana
organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh
(Khomsah, 2008). Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM
atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula
darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL
dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose),
sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut (Khomsah, 2008).
Tipe
Penyakit Diabetes Mellitus
Klasifikasi DM menurut American Diabetes
Association (1997) sesuai anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(PERKENI) adalah:
2.
Diabetes tipe II (Diabetes melitus tidak tergantung
insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus [NIDDM]),
3.
Diabetes Melitus tipe lain
4.
Diabetes Melitus Gestasional (Gestasional Diabetes
Mellitus [GDM]) (Cyber Nurse, 2009).
Patofisiologi
Diabetes Melitus
1.
Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan) (Brunner & Suddarth, 2002).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria).
Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi) (Brunner &
Suddarth, 2002).
2.
Diabetes Tipe
II
Terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin
pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan (Brunner & Suddarth, 2002).
Untuk mengatasi resistensi insulin
dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan
ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika
sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II (Brunner & Suddarth,
2002).
Meskipun terjadi gangguan sekresi
insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun
terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi,
gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan
yang kabur.
Terjadi pada wanita yang tidak
menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan
akibat sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa
darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal
(Brunner & Suddarth, 2002).
V.
ALAT DAN BAHAN
5.1 ALAT
1. Spektrofotometer
2. Pipet
piston
3. Alat
gelas lain
5.2 BAHAN
1. Sampel
serum
2. Buffer
3. Reagen
GOD-PAP
VI.
PROSEDUR
Pertama
blangko reagen diukur. Lalu dibuat larutan standar dengan cara 2 ml reagen dan
0,2 ml standar dipipetkan kedalam tabung reaksi yang kemudian setelah warna
berubah menjadi merah keunguan, larutan standar tersebut di inkubasikan pada
suhu 20°-25° selama 10 menit lalu diukur absorbansinya. Percobaan dilakukan
selama 60 menit. Kemudian dibuat larutan sampel dengan cara 2ml reagen dan 0,2
ml sample (serum) dipipetkan kedalam tabung reaksi yang kemudian diinkubasikan
selama 10 menit pada suhu 20°-25°, lalu diukur absorbansinya. Percobaan
dilakukan selama 60 menit.
VII.
DATA PENGAMATAN
7.1 Absorbansi
standar
7.2 Absorbansi
sample
Absorban = x 100%
= x 100 %
= 86,3774 mg/dL
VIII. PEMBAHASAN
Pada
praktikum kali ini akan dibahas mengenai penentuan kadar glukosa darah yang
bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa darah pada pasien. Seperti yang telah
kita ketahui glukosa adalah suatu monosakarida aldoheksosa yang
terdapat dalam tubuh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dalam sel tubuh,
glukosa dapat diubah menjadi glikogen dan sebaliknya glikogen dapat diubah
menjadi glukosa melalui reaksi biokimiawi yang bertahap. Penentuan kadar
glukosa ini dilakukan berdasarkan pada metode GOD-PAP.
Pertama
blangko reagen diukur terlebih dahulu panjang gelombangnya untuk memastikan
bahwa panjang gelombang yang dimiliki oleh blangko reagen sesuai dengan panjang
gelombang menurut literatur yaitu 546. Dan untuk melihat apakah reagen tersebut
murni atau tidak. Pengukuran pada panjang gelombang tersebut adalah karena pada
panjang gelombang tersebut hasilnya akan terdeteksi, sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa hasil yang terjadi adalah warna merah violet. Kemudian setelah
diukur panjang gelombang dari blangko reagen dilanjutkan dengan membuat larutan
standar yang berisi 2ml reagen yang berisi enzim GOD-PAP, aminofenazon dan
indikator juga 0,2ml standar yang berisi glukosa. 2ml reagen dan 0,2ml standar
tersebut dipipetkan dengan menggunakan mikro pipet kedalam tabung reaksi.
Pemipetan ini dilakukan dengan menggunakan mikro pipet bertujuan agar jumlah
larutan yang dipipet sesuai dengan yang diminta karena pada mikro pipet ini
terdapat settingan volume yang akan digunakan untuk memipet sehingga larutan
yang akan kita pipet akan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Kemudian larutan standar tersebut
diinkubasikan pada suhu 20°-25° C (suhu ruangan) selama 10 menit. Alasan
dilakukannya inkubasi ini adalah karena pada reagen yang terdapat dalam larutan
standar tersebut mengandung enzim GOD-PAP. Enzim ini memerlukan waktu tertentu
untuk bereaksi secara optimum, sehingga dibutuhkan waktu inkubasi.
Setelah
diinkubasikan selama 10 menit pada suhu ruangan, larutan standar tersebut
dimasukan kedalam kuvet. Pada saat
memegang kuvet harus diperhatiakan cara memegangnya. Kuvet harus dipegang pada
bagian yang buram, karena jika dipegang pada bagian bening kuvet maka
dikhawatirkan akan mengganggu absorbansi, disebabkan oleh adanya protein dari
tangan kita yang mungkin tertinggal pada kuvet. pada saat penyimpanan kuvet
didalam spektro pun harus diperhatikan. Yaitu bagian kuvet yang dihadapkan pada
sinar adalah yang terdapat garis berupa segitiga. Bukan bagian kuvet yang
terdapat lengkungan disisinya. Jika yang dihadapkan pada sinar adalah bagian
kuvet yang terdapat lengkungan pada sisinya kemungkinan sinar yang akan
menembus kuvet justru akan berbelok arah dan tidak tepat sasaran karena bentuk
kuvet yang tidak simetris.
Kemudian
setelah kuvet yang berisi larutan standar tersebut dimasukan kedalam
spektrofotometer, maka dibaca absorbansinya. Setelah diketahui absorbansinya
maka larutan standar tersebut diinkubasikan kembali selama 10 menit kemudian
diukur kembali nilai absorbansinya. Pengukuran absorbansi ini dilakukan
sebanyak 6 kali atau selama 60 menit untuk memperoleh nilai absorbansi yang
konstan pada larutan sample.
Kemudian
dibuat larutan sample dengan perlakuan yang sama seperti pembuatan larutan
standar. Tetapi pada larutan sampel ini yang dipipet kedalam tabung reaksi
adalah 2ml larutan reagen dan 0,2ml sample (serum) kemudian larutan standar ini
diinkubasikan selama 10 menit pada suhu ruangan yang kemudian dilanjut dengan
memasukannya kedalam kuvet untuk dilihat nilai absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer. Pembacaan nilai absorbansi pada larutan sampel juga dilakukan
sebanyak 6 kali atau selama 60 menit untuk menghasilkan nilai absorbansi yang
konstan.
Setelah
dilakukan percobaan selama 60 menit atau 6 kali pembacaan absorbansi, maka nilai
absorbansi dari larutan sampel dan larutan standar tersebut di masukan kedalam
persamaan untuk menghitung kadar glukosa yang terdapat pada sampel (serum).
Akan tetapi didapatkan hasil bahwa absorbansi larutan standar dan larutan
sample pada keduanya tidak didapatkan nilai yang konstan. Maka dari itu nilai
yang diambil untuk menghitung kadar glukosa darah ini adalah absorbansi yang
paling akhir (nilai absorbansi yang ke-6) karena pada absorbansi yang paling
akhir ini dianggap sebagai absorbansi yang konstan yaitu yang tidak akan berubah-ubah
lagi.
Setelah
dimasukan kedalam persamaan ternyata didapatkan hasil bahwa sample yang diuji
memiliki kadar glukosa 86,3774 mg/dL. Hasil ini menunjukan bahwa sampel yang
diuji memiliki kadar glukosa darah yang normal. Pada literatur dijelaskan bahwa
kadar glukosa dalam darah manusia normal adalah antara 80-100 mg/dL. Setelah
makan makanan sumber karbohidrat, konsentrasi glukosa darah dapat naik hingga
120-130 mg/dL, kemudian turun menjadi normal lagi. Dalam keadaan berpuasa
konsentrasi glukosa darah turun hingga 60-70 mg/dL. Pada orang yang sehat, gula
darah ini dikendalikan oleh hormon insulin. Yaitu hormon yang dibuat oleh
pankreas, insulin ini membantu glukosa dari darah masuk kedalam sel untuk
menghasilkan tenaga. Tingkat gula darah ini diatur melalui umpan balik negatif
untuk mempertahankan keseimbangan didalam tubuh. Apabila konsentrasi glukosa
menurun karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, maka pankreas
akan melepaskan glukagon. Yaitu hormon yang terdapat didalam sel-sel hati.
Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa melalui proses
glikogenolisis. Tetapi apabila kadar glukosa tinggi berarti pankreas tidak
membuat cukup insulin. Atau, jumlah insulinnya cukup namun tubuhnya tidak
bereaksi secara normal. Biasa disebut dengan resistensi insulin. Yaitu sel-sel
didalam tubuh tidak memperoleh glukosa secukupnya untuk dijadikan tenaga dan
glukosa menumpuk didalah darah.
Kondisi
glukosa darah yang lebih tinggi daripada normal disebut dengan hiperglikemia.
Gelajanya adalah nafsu makan tertekan untuk waktu yang singkat. Jika dalam
jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan masalah-masalah kesehatan yang
berkepanjangan, berikatan dengan diabetes, termasuk kerusakan pada mata,
ginjal/jantung dan syaraf. Pada kadar glukosa yang terlalu tinggi ini, sebagian
glukosa dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Itulah kenapa yang menyebabkan
orang yang terkena diabetes pada urinnya selalu dikerubungi oleh semut. Karena
urin dari orang yang terkena diabetes ini mengandung glukosa. Sedangkan bila
konsentrasi terlalu rendah daripada normal disebut dengan hipoglikemia.
Gejalanya yaitu perasaan lelah, fungsi mental yang menurun, rasa mudah
tersinggung dan kehilangan kesadaran.
IX.
KESIMPULAN
Dari
hasil percobaan ini maka dapat disimpulkan bahwa pada pemeriksaan kadar glukosa
darah ini harus dilakukan persiapan terhadap pasien terlebih dahulu untuk
menghindari kesalahan dalam pemeriksaan kadar glukosa darah. Dan sampel yang
diuji memiliki kadar glukosa yang normal, yaitu 86,3774 mg/dL.
X.
DAFTAR PUSTAKA
Murrey, Robert K, at all. 2003. “Glikolisis
dan Oksidasi piruvat.Biokimia Harper
edisi 25”. Jakarta : EGC. 2004.
Panil, Z, 2007. “Memahami Teori dan Praktik Biokimia Dasar
Medis untuk Mahasiswa Kedokteran, Keperawatan, Gizi dan Analis Kesehatan”:
EGC. Jakarta.
Poedjiadi, Anna. 1994. “Metabolisme
Karbohidrat. Dasar – dasar Biokimia”.
Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
XI.
LAMPIRAN
1. Mengapa
persiapan spesimen penting pada pemeriksaan gula darah?
2. Pada
pemeriksaan kadar glukosa darah mengapa dilakukan:
a. Pemeriksaan
kadar glukosa puasa
b. Pemeriksaan
kadar glukosa 2 jam pp
3. Bagaimana
prinsip pemeriksaan kadar glukosa pada percobaan ini
4. Sebutkan
faktor-faktor kesalahan yang mungkin terjadi pada pemeriksaan glukosa ini
JAWAB
1. Persiapan
spesimen pada pemeriksaan gula darah sangat penting karena untuk menghindari
faktor reduce yang menyebabkan hasil pemeriksaan menjadi invalid dan untuk memudahkan
dokter dalam mendiagnosis penyakit sehingga mendapatkan tindakan dan pengobatan
yang tepat.
2. Pada
pemeriksaan gula darah harus dilakukan:
a. Pemeriksaan
kadar glukosa puasa: Karena kandungan gizi dalam makanan dan minuman yang
dikonsumsi akan diserap ke dalam aliran darah dan bisa memberikan dampak
langsung pada tingkat glukosa darah, lemak dan besi. Puasa minimal selama 10-12
jam (kecuali glukosa minimal 8 jam) akan mengurangi variabilitas substansi
tersebut dan juga variabilitas substansi lain dalam darah. Hal ini untuk
memastikan agar hasil pemeriksaan tidak dipengaruhi oleh konsumsi makanan
terakhir dan dapat diinterpretasikan dengan benar oleh dokter. jika
tidak berpuasa atau berpuasa dalam waktu yang lebih singkat dari yang
dianjurkan, pemeriksaan yang dilakukan
akan memberikan hasil yang tidak akurat karena pemeriksaan tertentu masih
dipengaruhi oleh makanan. Untuk itu sebaiknya mengulang pemeriksaan tersebut
untuk mendapatkan hasil yang akurat.
b. Pemeriksaan
kadar glukosa 2 jam pp: Pemasukan makanan dapat meningkatkan kadar gula darah
yang dapat menstimulasi pelepasan insulin. Kadar insulin memuncak paling
sedikit 1jam sesudah makan dan akan
normal kembali dalam 1,5-2 jam sesudah makan. Pemeriksaan glukosa darah 2 jam pp
(sesudah makan) adalah untuk mengevaluasi apakah respon insulin terhadap
pemasukan karbohidrat masih kuat atau tidak.
3. Prinsip
pada pemeriksaan kadar glukosa ini adalah berdasarkan pada metoda GOD-PAP
4. Faktor-faktor
kesalahan yang mungkin terjadi pada pemeriksaan glukosa ini adalah
a. Kesalahan
dalam memipet reagen ataupun sample. Kesalah memipet ini juga dapat
mempengaruhi nilai absorbansi dari sampel atau larutan standar karena berbeda
konsentrasi maka berbeda pula absorbansinya. Dan jika absorbansinya salah maka
akan berpengaruh pada perhitungan kadar glukosa darahnya, jadi hasil yang
diperoleh bisa saja tidak tepat.
b. Kesalahan
pada saat meletakan kuvet di dalam spektrum. Kesalahan ini mungkin terlihat
sepele, namun jika benar terjadi kesalahan dalam menyimpan letak/posisi kuvet
maka akan berpengaruh pada hasil absorbansinya juga. Jika nilai absorbansi
salah maka akan berpengaruh juga pada hasil perhitungan kadar glukosa darah
c. Kesalahan
dalam memegang kuvet. biasanya kita tidak terlalu memperhatikan dalam memegang
kuvet. yang seharusnya dipegang/ disentuh oleh kita adalah bagian kuvet yang
buram bukan yang bening, jika kita menyentuh bagian kuvet yang bening maka
kuvet akan terkontaminasi oleh protein ataupun kuman dari tangan kita dan dapat
berpengaruh juga pada hasil serapannya.
trimakasih ilmunya, bolehkah saya minta persamaan untuk menghitung absorbansi sampel dan standar? karena tidak muncul di blog ini gambar nya
BalasHapus